« »
« »
« »
Get this widget
0

Desain adalah Wawasan dan Kreatifitas

Selasa, 18 September 2012
Share this Article on :
Pertanyaan mendasar: apa peranan desain bagi manusia? Desain memberikan nilai tambah untuk hidupnya. Seperti apa nilai tambah itu? Sebuah bangku, asal sudah bisa diduduki selesailah masalahnya. Tetapi orang memberi makna pada "duduk" , hingga berkembanglah bentuk kursi sesuai dengan makna yang disandangnya. Demikianlah secara sederhana bagaimana desain berperan dalam kehidupan kita. Ruang tamu, kamar tidur, pakaian, walkman, surat undangan merupakan contoh terdekat bagaimana kita membangun makna melalui desain.
Makna sangat erat hubungannya dengan budaya: aspirasi, norma, adat kebiasaan masyarakat tertentu. Desain melengkapi kehidupan sesuai dengan maknayang dibangun budaya masyarakatnya. Minibus menjadi pilihan utama di Indonesia karena adat kekeluargaan bangsa kita. Kafe gaul muncul tak semata karena krismon, tetapi lebih merupakan jawaban terhadap kebutuhan masyarakat kota besar untuk JJS, ngrumpi dan aktualisasi diri.
Ada dua hal yang bisa dicermati. Budaya bukan sebuah pola tunggal yang berlaku untuk segala situasi. Tiap kelompok masyarakat membentuk budayanya sendiri sesuai dengan sifat kelompok tersebut. Budaya pun merupakan sesuatuyang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tantangan masa. Nilainya bisa berubah dalam perjalanan waktu. Dalam kerangka inilah desain ditantang untuk menjawab perkembangan masyarakat.
Pendidikan desain di Indonesia relatif masih muda, dan masih terus dicari format yang paling memadai menghadapi perkembangan kebutuhan masyarakat. Pencarian ini tak akan pernah selesai karena perkembangan juga tak pernah berhenti.Kita berusaha menemukan modus yang dapat selalu mengantisipasi tantangan tersebut.
Di sisi lain, dalam lima tahun belakangan kita berusaha memacu sumber daya manusia kita agar mampu bersaing dengan tenaga asing. Ini sehubungan dengan akan diber-lakukannya pasar bebas, di mana dinding pembatas antar negara akan dibuka penuh untuk saling mengisi pasar.Kita patut khawatir karena kemampuan sumber daya kita dan tatanannya masih kacau, khususnya dalam bidang desain. Selama tigapuluh tahun kita terbiasa mengimpor, membeli dan menjiplak, hingga kita tak terbiasa mencipta atas dasar kebutuhan dan aspirasi khusus kita.
Tiga tahun yang lalu baru mulai dicoba menata pendidikan desain dari tingkat sekolah menengah kejuruan hingga sarjana. Perencanaan itu dibutuhkan agar pendidikan tak tumpang tindih dan berbentuk kerucut terbalik. Sementara ini tak ada standard kemampuanyang cukup jelas memilah masing-masing jenjang pendidikan, di samping langkanya program pendidikan ketrampilan dibanding pendidikan tinggi. Akibatnya, lapangan kerja diisi oleh siapa saja tanpa memandang pendidikan. Lulusan perguruan tinggi pun tak jarang mengisi lowongan apa saja, dari wawasan kreatif sampai ketrampilan tangan.
Bila rencana pendidikan terpadu berjalan lancar, seluruh jenjang kemampuan dapat terisi baik dan saling mendukung. Sayang musibah menimpa, krisis moneteryang diperberat dengan krisis politik. Kegiatan ekonomi nyaris berhenti, peluang berusaha sangat menyempit, dan tentu saja lahan kegiatan mendesain terkena dampaknya… Dalam situasi seperti ini apayang bisa dilakukan dalam pendidikan tinggi desain?
Krisis bukanlah sesuatu yang berlaku selamanya, badai pasti berlalu. Musibah ini adalah saat yang baik (meski agak terlambat) untuk mengkaji kembali apa yang kita perlu siapkan menghadapi masa yang akan datang. Dan pertanyaannya adalah, lulusan pendesain seperti apa yang mampu menghadapi tantangan masa depan? Harapannya adalah insan yang mampu membaca situasi dan memecahkan masalah di masyarakat, khususnya masalah desain.
Selama ini kebanyakan pendidikan desain memberi tekanan kepada kemampuan teknologi baru sebagai senjata menghadapi alih teknologi. Tak salah mengejar kemajuan dengan mencangkok puncak teknologi di luar. Menjadi-kannya itu satu-satunya jalan membuatkita terpuruk seperti saat ini. Bahan dan teknik merupakan medium seorang pendesain dalam berkarya. Keluasan wawasan mengenai hal ini memberinya kelincahan dalam mengatasi masalah. Kadangkita temui kasus yang cukup diatasi teknologi sederhana dengan bahan seadanya…
Kalau kita sepakat bahwa desain sangat lekat dengan budaya, maka pendesain seyogyanya adalah insan budaya. Karyanya tak hanya memecahkan masalah praktis, tetapi juga mencerminkan ungkapan budaya lingkungannya (15). Maka wawasan sosial budaya menjadi sangat penting dalam membekali pendesain untuk berkiprah di masyarakat. Tanpa wawasan karyanya hanyalah kosmetik tanpa pendalaman masalahyang dihadapi. Wawasan berbagai hal di atas adalah pijakan obyektif yang perlu dipahami seorang pendesain.
Tahap berikutnya adalah, secara kreatif mengungkapkannya dalam karya. Inilah yang paling nisbi, dan justru bagian utama dalam mendesain. Nilai desain ditentukan dari kreatifitas memecahkan masalah. Kreatif dapat diartikan sebagai: memilih jalan ke lima dari empat kemungkinan. Ada jugayang menyatakan, kreatif adalah pelanggaran yang dapat pujian. Retorika ini menggambarkan kenisbian masalah kreatif.
Orang berpendapat bahwa kreatifitas itu bakat yang tak bisa diajarkan. Sebaiknya kita lebih percaya pada pendapat bahwa, wujud karya dibangun dari 10% daya kreasi dan 90% kerja keras. Sudah banyak teori dan metoda olah kreatif. Tapi secara umum kondisi kreatif tercipta dalam pikiran bebas tanpa pola. Olah kreatif adalah usaha mencoba lebih banyak, tak cepat puas untuk mencari kemungkinan baru dalam memecahkan masalah (19). Karena sifatnyayang simulatif, pendidikan merupakan lahan yang ideal untuk melatih kreatifitas.
Kebiasaan mengimpor, membeli dan menjiplak, dan melupakan observasi yang merupakan proses penting dalam desain, melemahkan daya kreasi kita. Sistem pendidikan sekolah yang menekankan pada dikte, hanya mengikuti kemauan guru tanpa usaha mencari jawaban sendiri, telah mengerdilkan inisiatif. Menyadari kelemahan ini merupakan peringatan untuk bebenah diri menghadapimasa depan. Semoga Era Reformasi bisa menjadi awal dari jiwa bebas yang menuntut tanggung jawab pribadi lebih besar.
Keragaman duaratus juta penduduk Indonesia merupakan tantangan menarik bagi pendesain. Kitalah yang seharusnya paling kenal masyarakat ini, paling mengerti masalah yang dihadapi, dan paling memungkinkan untuk memberi solusi yang jitu. Kalau kita bisa menjawab tantangan ini, tak mustahil kita mempunyai cukup bekal untuk melakukannya pada bagian bumi yang lain. Begitulah mungkin hakekat globalisasi


Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar

Your domain(s): Enter each address on a new line (Maximum 10)
(eg. iwebtool.com)

Powered by HAckerSiIp